TantanganGurusiana hari ke-29 'MENJADI ORANG TUA AKRAB'
Akrab, kata yang sering kita dengar. Saban hari mungkin sampai ke telinga kita kata akrab tersebut. Misalnya, teman akrab. Sahabat karib. Akrab dan karib lumrah digunakan dalam keseharian.
Akrab dan karib adalah dua kata yang memiliki arti yang hampir sama. Karib berasal dari bahasa Arab, artinya dekat. Sedangkan akrab merupakan turunan dari kata karib itu sendiri. Qariib berarti dekat dan aqrab memiliki arti lebih dekat, sangat dekat atau maha dekat. Sama dengan formula kata kabir, berarti besar dan akbar, maha besar.
Orang tua akrab berarti orang tua yang sangat dekat dengan anaknya. Sangat dekat tubuh dan ruhnya. Orang tua yang sering berinteraksi langsung dengan anaknya, tanpa melalui media apa pun, cenderung hubungan emosionalnya lebih hangat dibandingkan dengan orang tua yang berjarak.
Berjarak bisa jadi karena tempat yang memisahkannya, hal itu barangkali cukup dimaklumi. Tuntutan profesi sebagai alasan utamanya. Namun, kondisi tertentu harus diatur quality time untuk keluarga. Bukan berarti menutup pintu, harus selalu stay at home. Tidak juga.
Toh kalaupun terpaksa berjarak fisik, mesti diupayakan psikis tidak berjarak. Biarlah tubuh berjauhan asalkan ruh saling menyapa. Caranya?. Komunikasi lewat jalur gaib, saling mendoakan untuk kebaikan bersama. Sebut namanya dalam setiap doa dan sujud (saat sujud tentu tidak boleh dilafalkan, mesti dalam hati agar tidak membatalkan shalat). Via setengah gaib, teknologi misalnya, WA, telepon dan lainnya.
Ada juga yang berjarak bukan karena berjauhan, namun kontrol emosi yang memisahkan. Hal ini tentu sebaiknya jangan dibiarkan belama-lama. Setiap hari bersemuka namun jarang bertutur kata. Barangkali ada sekat diantara mereka. Ibarat debu di atas kaca, bila makin lama ia berkarat dan susah untuk membersihkannya.
Sebagai orang tua, mengalah adalah langkah yang bijaksana. Mengalah adalah mengambil langkah untuk menang. Mengalah berarti memberi teladan dalam memaafkan. Tanpa mengungkit siapa yang salah dan yang memulai. Itu tidak perlu.
Hubungan yang akrab akan terbina kokoh selama orang tua menyadari posisinya sebagai orang tua. Bagaimana pun, peluang untuk tidak akrab itu tetap ada. Biasanya datang dari diri anak. Sebabnya bisa bermacam-macam. Diantaranya, anak merasa minder ketika orang tuanya akrab dengan dia. Malu kalau ketahuan sama temannya. Boleh jadi ia malu dianggap sebagai anak rumahan, tidak gaul, tidak seperti anak zaman now dan lainnya.
Ketika orang tua melihat gejala seperti ini, seharusnya keakraban yang sudah ada tidak dibiarkan mengendur sedikit pun. Biasnya bisa lebih serius bahkan hilang keakraban itu sama sekali. Orang tua akrab pastinya banyak akal.
Keakraban orang tua dengan anak tentu mesti berjarak juga. Akrab boleh, dekat boleh, asal anak tetap dalam posisi tidak menganggap enteng kepada orang tua. Hormat, sopan dan tata krama tetap harus ditanamkan kepada anak. Anak mesti sadar diri dan tahu posisi.
Akrab dengan anak bukan berarti membuka kran kebebasan sebesar-besarnya. Ibarat burung lepas dari sangkarnya lalu lepas di alam bebas dan bebas di alam lepas. Kontrol kendali harus ada. Akrab dengan anak tidak mengurangi segan anak pada orang tua. Namun, jika keakraban itu membuat orang tua tidak dihargai lagi, berarti ada pola pendidikan yang salah dari orang tua yang bersangkutan.
Kalau kran kebebasan itu terbuka lebar, tanpa kontrol kendali, suatu hari akan beresiko. Tidak mengunggu lama, sejak anak pandai membalas ucapan orang tua, tanda tidak baik itu akan segera muncul. Apalagi saat anak sudah sekolah, belum tamat SD saja, seolah ia sudah mulai mengatur dan mengendalikan orang tuanya. Mungkinkah?. Ya, sebab keakraban yang salah. Akrab tanpa kontrol kendali.
Hal ini akan diperparah sekiranya anak tersebut semata wayang. Misalnya, orang tua sudah lama menikah dan akhirnya dalam waktu yang cukup kemudian mendapat keturunan. Dimanja dan disayang bukan main. Akrab dengan orang tua bersangatan, hingga tanpa jarak. Walhasil, belum tamat SD seakan ia yang mengendalikan orang tuanya. Setiap cakapnya “harus jadi”, setiap pintanya “harus kabul” atau dia akan nekat melakukan hal negatif.
Kontrol kendali sejatinya dipegang oleh orang tua. Setiap orang tua pasti sayang pada anaknya. Namun, terkadang cara menyayangi anak membuat anak ngelonjak dan akhirnya nginjak harga diri orang tua. Boleh jadi di tengah perjalanan kehidupan, “anakku sayang anakku malang”. Na’uzu billahi min zaalik...
Beberapa kebaikan yang didatangkan oleh keakraban anak dengan orang tua, yaitu: pertama, anak bangga memiliki orang tua yang selalu siap siaga. Selalu ada untuk dirinya dan keluarganya. Kedua, anak akan selalu mendapatkan kecupan mesra, peluk cinta, pagut manja dan hangatnya rangkulan kasih sayang yang meruah. Ketiga, setiap permasalahan atau perbedaan pendapat segera bisa diatasi. Setiap hari terjalin komunikasi yang sehat. Keempat, orang tua lebih mudah dalam memproteksi anaknya. Posisi anak selalu dalam jangkauan, walupun fisiknya tidak bersua namun komunikasi hati tetap terjalin erat. Kelima, visi dan misi rumah tangga yang dicanangkan oleh tua, lebih mudah dalam mewujudkannya. Semoga ...Wallahu a’lamu bisshawaab...
Saran dan kritik yang membangun mohon dituliskan di kolom komentar. Terima kasih...
#Yuk Menjadi orang tua Akrab
#Salam literasi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar